Banyak yang alergi terhadap CDI limiter. Terutama CDI bawaan pabrik motor. Katanya bikin motor tidak bertenaga dan loyo. Itu karena putaran mesin dibatasi 9.500 rpm dan jika digeber lebih tinggi lagi akan mbrebet. Jadinya mesin tidak teriak lantang. Wuengg…. bet…bet..
Padahal limiter atau pembatas putaran punya maksud. Bukan suatu kelemahan atau kebodohan pabrikan, lho. Justru Si Jepang sudah berpikir maju ke depan. Soalnya limiter memang cocok dipakai untuk motor harian alias bukan buat balapan.
Banyak pertimbangan, kenapa motor harian harus diberi limiter. Pertama dan yang penting bagi yang tahu karakter mesin bisa lihat dari grafik hasil dynotest. Untuk motor harian, tenaga maksimum berkisar di gasingan 6.500-9.500 rpm.
Sebagai contoh diambil dari spesifikasi teknik asli pabrik. Yamaha Jupiter MX 135LC, tenaga maksimum 11,33 dk pada 8.500 rpm. Contoh lain Satria F-150 power maksimum 11 dk pada 9.500 rpm. Padahal putaran mesin MX dan Satria F bisa digeber lebih tinggi dari 9.500 rpm. Namun tenaga maksimumnya di rpm 8.500 dan 9.500 rpm itu.
Angka lebih kecil lagi boleh lihat di Supra X 125. Power terbesar 9,5 PS (9,3 dk) pada 7.500 rpm. Padahal Supra X 125 ini bisa digeber sampai 9.500 rpm juga. Namun tenaga terbesarnya justru di 7.500 rpm itu. Meski digeber lebih tinggi lagi percuma, tenaganya akan drop.
Perancang atau orang dari bagian Reseaerch and Development (R&D) pabrikan tahu betul soal itu. “Makanya putaran mesin dikasih limiter. Supaya tidak sia-sia dan bikin bensin terbuang percuma,” analisis Pendy Suryanda dari bagian training roda dua PT Indomobil Niaga International (IMNI).
Pak Pendy mengajak lihat grafik hasil dynotest milik Bintang Racing Team pada Suzuki Satria F-150. Kurva power menanjak dari rpm bawah sampai 9.000 rpm dan didapat tenaga maksimal 12,7 dk. Setelah lewat dari gasingan 9.000 rpm, kurva power akan ngedrop alias turun drastis.
Jadi, akan percuma jika gasingan mesin tidak dibatasi alias unlimiter. “Hasilnya tenaga ngedrop tapi sedotan bensin bertambah deras. Ini yang bikin boros bensin,” ungkap pria berkacamata itu.
Pertimbangan lain memasang limiter di motor standar untuk didapatkan endurance yang tinggi. Putaran mesin dibatasi bikin awet komponen. Maklum material yang dipakai memang untuk motor harian alias bukan buat balap. Pantas jika pabrikan berani kasih garansi 3 tahun.
TORSI BUKAN DI RPM PUNCAK |
Torsi memang ada hubungan dengan power. Dari rumusnya memang berbanding lurus. Jika torsi besar, tenaga bakal gede. Karakter power dan torsi juga sama. Letaknya bukan di rpm puncak melainkan di tengah. Sebagai contoh Honda Supra X 125, torsi maksimum 1,03 kf.m pada 4.000 rpm. Padahal putaran mesin Supra X 125 lebih dari itu kan. Ini yang bikin irit bebek 125 buatan Honda ini. Soalnya torsi besar di gasingan bawah. Untuk mendapatkan tarikan tidak perlu bejek gas. Torsi juga ada hubungan dengan penghematan bensin. Coba bandingkan dengan rivalnya Suzuki Shogun 125. Torsi maksimumnya 1,1 kg.m pada gasingan mesin 6.500 rpm. Torsi berada di rpm lebih tinggi dibanding Supra X 125. Ini yang bikin Shogun 125 lebih boros. Ini juga yang sebenarnya membuat pabrikan pasang limiter di CDI motor standar. Akan percuma putaran tidak dibatasi tapi tenaga malah ngedrop. Apalagi bensin ikutan boros juga. Ditambah lagi komponen yang jadi minta cepat diganti. |
MOTOR BALAP BUTUH UNLIMITER |
Karakter motor balap memang beda. Tenaga maksimum letaknya di rpm 11.000 atau lebih. Jika masih menggunakan CDI standar yang limiternya di 9.500 rpm, powernya tidak akan keluar. Soalnya tertahan putaran yang juga sudah dibatasi. Untuk itu limiter harus dibuang. Atau limiter digeser di 17.000 rpm misalnya. Maksudnya, supaya tenaga motor keluar semua. Ini maksudnya pilih CDI unlimiter atau CDI racing. Cocoknya di motor balap. |
sumber : motorplus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar